Foto : Kirab Pusaka Istana Amantubillah "Meriam Sigondah"
Bentuk Peleburan Budaya Keraton
Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah
Keraton Amantubillah Kerajaan Mempawah, berlokasi di Pulau Pedalaman, berjarak 2 kilometer dari pusat Kota Mempawah, Senin (3/3), kemarin, terlihat para pengujung berdesakan, ingin menyaksikan secara dekat salah satu ritual meyambut robok-robok yaitu Kirab Pusaka Istana Amantubillah Mempawah, seperti meriam Sigondah, keris, tombak dan beberapa jenis pusaka lainnya, yang diarak keliling Kota Mempawah. Khusus untuk meriam Sigondah diarak dengan pedati tertutup kain kuning dengan ditarik seekor kuda putih. Dan sore harinya dilanjutkan ritual pembersihan barang-barang pusaka tersebut.
Dimana pelepasan kirab pusaka tersebut, langsung dilepas Pangeran Ratu Amantubillah, Dr. Ir. Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, Msc, dengan mengangkat keris pusaka bertanda dimulainya kirab pusaka tersebut. Dan acara tersebut juga hadir Bupati Pontianak, Drs. H. Agus Salim, MM, Kapolres Mempawah, Dandim, dan tokoh masyarakat dari berbagai etnis. Bahkan dalam acara tersebut ditampilkan kesenian tradisional Thionghoa, bangrongsai dan naga.
Dikonfrimasi makna perayaan tradisi robok-robok yang melibat berbagai etnis dan berbagai ritual kerajaan, Pangeran Ratu Mardan, mengatakan, menurut sejarah para pengikuti Opu daeng Manambon terdiri dari barbagai etnis dan agama, maka ritual robok-robok Istana Amatubillah melibat unsur dari berbagai etnis sebagai bentuk mempererat persatuan.
“Melihat situasi secara nasional maka kita kembalikan rasa memiliki sesama kita. Dan dilihat dari sejarah Kota Mempawah, dari zaman dahulu terdiri berbagai etnis yang menjadi budaya masyarakat Mempawah yang merupakan budaya Amalgamasih artinya perpaduan antara berbagai etnis, berbagai agama, jadi di Kalimantan Barat ini tidak ada budaya yang dominan sehingga budaya yang timbul adalah budaya yang amalgamasih. Karena masing-masing suku mempunyai budaya dan mereka meleburnya dalam budaya keraton,” katanya.
Untuk itu Keraton Amantubillah terbuka untuk umum, karena Keraton Amantubillah bukan milik personal melainkan milik masyarakat. Maka siapapun ingin melihat peninggalan sejarah kerajaan Mempawah dan tidak akan dilarang. Selain itu juga, sehari sebelumnya, Minggu (2/3), di Aula Kantor Bupati Pontianak, diadakan seminar pluralisme dari lintas etnis dengan tema “Pendidikan Multi kultur dan Multi Religius Untuk Mayarakat dan Keraton Sebagai Pengayom Pluralisme”.
“Keraton Amantubillah terbuka untuk umum, siapapun yang datang untuk melihat dan berkunjung di istana kami persilatan. Maka salah satu untuk mengenalkan benda-benda pusaka maka kami adakan kirap pusaka, sehingga masyarakat bisa mengenal dan mengetahui peninggalan sejarah kita. Karena Pusaka Keraton Amantubillah ini sendiri memiliki dua sifat yaitu statis berupa benda-benda pusaka seperti meriam, tombak, keris dan sebagainya. Kedua bersifat dinamis berupa budaya dari masyarakatnya seperti melayu, dayak, madura, cina, bugis dan etnis lainnya. Semuanya itu merupakan Pusaka Keraton Amantubillah, maka kedua pusaka inilah harus diperkenal kepada masyarakat. Dan kegiatan seminar yang dilaksanakan tersebut, juga membuka suatu komunikasi sehingga orang dayak bisa memahami orang melayu, orang madura bisa memahami orang cina dan sebagainya, sehingga mereka saling memahami tanpa saling curiga karena komunikasi yang dilaksanakan berjalan dengan lancar,” pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar