Rabu, 12 Maret 2008

32 Club Perebutkan Piala Bergilir "Rahmad Satria Cup"


Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah

Open Turnamen Sepak Bola Persatuan Sepak Bola Kuala Secapah (Persikas) merebutkan piala bergilir Ketua DPRD Kabupaten Pontianak, H. Rahmad Satria, SH, MH, dimulai Minggu (9/3), kemarin di Lapangan Persikas, Kecamatan Mempawah Hilir, dengan diikuti 32 klub Se-Kabupaten Pontianak.

Di mana Rahmad Satria, yang membuka langsung pertandingan dengan menendang bola pertama tanda dimulainya pertandingan antara Mnetos Kuala Secapah Vs Klub Kelurahan Tengah, Mempawah Hilir. Open turnamen ini memiliki nilai untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan sportivitas, kedisiplinan yang tinggi, sehingga adanya rasa persaudaraan bagi pemuda, khususnya di Desa Kuala Secapah, Kecamatan Mempawah Hilir, selain itu juga mencari bibit-bibit andal pesepak bola Kabupaten Pontianak.

“Melalui open tournament ini, kita berharap muncul pemain-pemain sepak bola berbakat Kabupaten Pontianak, sehingga persepakbolaan Kabupaten Pontianak terus maju dan berkembang,” kata Rahmad, yang juga selaku Ketua PSSI Kabupaten Pontianak.

Sebagai bentuk dukungan dalam menyukseskan turnamen tersebut, Legislator Partai Golkar tersebut, telah menyediakan hadiah dan bonus bagi setiap klub dan pemain. Sehingga para pemain dan pengurus klub, bisa bermain dalam arti tetap meningkatkan dan menjaga sportivitas. Selain itu, melalui olahraga banyak tindakan-tindakan negatif dapat terhindar seperti minum-minuman, keras, bahkan menggunakan narkoba atau obat-obatan terlarang

“Persikas sebagai tuan rumah dan melakukan open turnamen Persikas ini tentu akan menjaga keamanan, Persikas juga merupakan klub yang sering menjuarai open-open turnamen yang dilaksanakan di Kabupaten Pontianak, maka saat Persikas melaksanakan open ini, saya selaku Ketua PSSI Kabupaten Pontianak sangat mendukung sekali. Dan dari lapangan ini kita juga berharap bersama kinerja dan kesatuan dan persatuan bagi masyarakat di Kabupaten Pontianak bisa terwujud,” katanya.

Sedangkan Ketua Panitia, Jumiadi, dikonfirmasi open turnamen tersebut, akan menggunakan sistem setengah kompetisi, di mana untuk juara pertama memperoleh piala bergilir dan tetap, serta uang pembinaan Rp2 juta, juara dua memperoleh piala tetap dan uang Rp1,5 juta, juara ketiga meraih piala tetap dan uang pembinaan Rp1 juta, sedangkan juara empat meraih piala tetap dan uang pembinaan Rp500 ribu.

“32 klub yang mengikuti kompetisi ini, akan menggunakan sistem setengah kompetisi, dengan dibagi beberapa grub, sehingga satu tim bisa bermain sampai tiga kali dan diperkirakan turnamen ini berakhir sebulan lamanya. Dan untuk uang pembinaan kemungkinan bisa bertambah jika ada donator atau sponsor yang siap memberikan uang pembinaan bagi para juara,” katanya.■


Sile Baca Selengkapnye..

Kamis, 06 Maret 2008

Cornelis Minta Kandidat Bupati Pontianak Jaga Persatuan

Foto : Gubernur Kalbar, Drs. Cornelis, MH, bersama Bupati Pontianak dan Pangeran Ratu menabuh rabana tanda dimulai gebyar robok-robok di Kota Mempawah.

Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah

Gaung pesta demokrasi di Kabupaten Pontianak, khususnya Pilkada Bupati Pontianak hanya menuggu waktu. Dimana Pilkada tersebut direncanakan serentak dengan Pilkada Bupati Kabupaten Kubu Raya dihela Oktober 2008 ini. Para bakal calon (Balon) Bupati Pontianak telah bermunculan dan menjadi pembicaraan masyarakat Kabupaten Pontianak.

Adapun balon-balon yang telah bermunculan seperti Anggota DPRD Kabupaten Pontianak, Maman Suratman, Ketua Gapensi Kalbar, H. Ria Norsan, Incumbent, Drs. H. Agus Salim, MM, dan Ketua DPRD Kabupaten Pontianak, H. Rahmad Satria, SH, MH, yang mulai menarik hati masyarakat dengan barbagi program dalam menggalang dukungan. Namun masih ada beberapa figure yang bakal meramaikan bursa Pilkada seperti, Drs. H. Rubijanto, H. Anwar, Spd, MH. Eddy Sugito, SH, Camat Toho, Tommy, SH, Camat Jungkat, M. Sholeh, S. Sos, Anggota DPRD Fraksi PDIP, Moses Alip, serta Pangeran Ratu Amantubillah, Dr. Ir. Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim.

Untuk itu, Gubernur Kalbar, Drs. Cornelis, MH, sangat menghadiri ritual robok-robok yang merupakan kunjungan resmi pertamanya sejak dilantik menjadi Gubernur Kalbar, di Pelabuhan Mempawah Terpadu, Rabu (5/3), kemarin, mengharapkan, para kandidat untuk tidak saling jelek-menjelekan antar satu kandidat dengan kandidat lainnya, sehingga menyebabkan persatuan dan kesatuan di Kabupaten Pontianak menjadi terpecah.

“Ada satu hal yang perlu saya sampaikan, dimana tidak lama lagi kabupaten Pontianak akan melaksanakan pemilihan kepala daerah. Untuk itu saya berpesan untuk tidak berpecah belah, sehingga tidak menimbulkan kekerasaaan di masyarakat yang mengakibatkan tertanggunya stabilitas keamanan. Dan apa yang sudah buat bupati terdahulu maupun sekarang harus kita syukuri karena itu semua merupakan berkah dari Tuhan,” katanya.

Sedangkan ritual robok-robok yang merupakan agenda wisata Kabupaten Pontianak, dia berharap, kedepannya perayaan robok-robok agar dikemas lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya sehingga Kabupaten Pontianak bisa menjadi tujuan wisata baik domistik maupun manca negara.

“Saya bukan orang asing di Kabupaten Pontianak, karena di Kabupaten inilah saya didik, dibesarkan dan dilatih untuk mengurus pemerintahan, makanya robok-robok ini bukan hal baru bagi saya. Maka saya berharap kegiatan ini kedepan harus lebih baik dari hari ini, sehingga robok-robok dapat kita kembangkan untuk asset budaya yang dapat menarik minat wisatawan,” ucapnya.




Sile Baca Selengkapnye..

Senin, 03 Maret 2008

Desa Ansiap Miliki PLTA


Manfaatkan Aliran Sungai

Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah

Para penjabat dan PLN ribut soal listrik tenaga batubara, gambut dan nuklir. Nun jauh di Desa Ansiap, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Pontianak, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ramag lingkungan, telah membangun PLTA. Sehingga mereka tidak mengalami permasalahan soal penerangan. Ide tersebut muncul dari pemuda Desa Ansiap, Fendus, untuk membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di desa mereka.

“Pertama membangun PLTA bukan disini, tetapi memanfaatkan air terjun dari bukit tetapi tidak ada hasilnya dan saat itu kami sudah habis biaya sekitar Rp 18 juta. Namun setelah dibangun di aliran Sungai Amparuak ini, dengan membendung air sungai akhirnya usaha kami berhasil. Ide ini saya ambil karena dulunya kami menggunakan mesin diesel dan biayanya sangat besar sekali, setahun biaya solar Rp 8 juta, belum lagi biaya perawatan mesin,” kata Fendus, dikonfirmasi saat meninjau PLTA buatannya.

Lanjutnya lagi, untuk sementara PLTA tersebut baru bisa dimanfaatkan empat rumah, namun PLTA ini mampu menghidupkan TV, Kulkas dan barang elektronik lainnya, dengan kafasitas 3000 watt.

“Sebenarnya untuk menerangi satu desa bisa, karena dynamo dengan kafasitas 5000 watt belum dipasang. Dan untuk warga yang memasang lampu setiap bulan membayar satu lampu Rp 7 ribu,” katanya.

Melihat adanya PLTA di desa tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Pontianak, H. Rahmad Satria, SH, MH, menilai pembangunan PLTA tersebut, merupakan terobosan baru bagi masyarakat pedesaan yang memiliki aliran sungai, tetapi belum tersentuh PLN, untuk memanfaatkan aliran sungai mereka untuk mendirikan PLTA.

“Saya sangat bangga, anak desa yang hanya tamatan SD mampu mendirikan PLTA. Dan ini sangat bermanfaat sekali dan bisa menjadi contoh bagi yang lainnya. Dan saya juga akan berusaha dalam perubahan anggarn nanti, kita Bantu untuk menambah kafasitas PLTA ini, agar seluruh masyarakat merasakan manfaatnya, karena biayanya juga tidak terlalu besar,” katanya.



Sile Baca Selengkapnye..

Kirab Pusaka Istana Amantubillah


Foto : Kirab Pusaka Istana Amantubillah "Meriam Sigondah"


Bentuk Peleburan Budaya Keraton

Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah


Keraton Amantubillah Kerajaan Mempawah, berlokasi di Pulau Pedalaman, berjarak 2 kilometer dari pusat Kota Mempawah, Senin (3/3), kemarin, terlihat para pengujung berdesakan, ingin menyaksikan secara dekat salah satu ritual meyambut robok-robok yaitu Kirab Pusaka Istana Amantubillah Mempawah, seperti meriam Sigondah, keris, tombak dan beberapa jenis pusaka lainnya, yang diarak keliling Kota Mempawah. Khusus untuk meriam Sigondah diarak dengan pedati tertutup kain kuning dengan ditarik seekor kuda putih. Dan sore harinya dilanjutkan ritual pembersihan barang-barang pusaka tersebut.

Dimana pelepasan kirab pusaka tersebut, langsung dilepas Pangeran Ratu Amantubillah, Dr. Ir. Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim, Msc, dengan mengangkat keris pusaka bertanda dimulainya kirab pusaka tersebut. Dan acara tersebut juga hadir Bupati Pontianak, Drs. H. Agus Salim, MM, Kapolres Mempawah, Dandim, dan tokoh masyarakat dari berbagai etnis. Bahkan dalam acara tersebut ditampilkan kesenian tradisional Thionghoa, bangrongsai dan naga.

Dikonfrimasi makna perayaan tradisi robok-robok yang melibat berbagai etnis dan berbagai ritual kerajaan, Pangeran Ratu Mardan, mengatakan, menurut sejarah para pengikuti Opu daeng Manambon terdiri dari barbagai etnis dan agama, maka ritual robok-robok Istana Amatubillah melibat unsur dari berbagai etnis sebagai bentuk mempererat persatuan.

“Melihat situasi secara nasional maka kita kembalikan rasa memiliki sesama kita. Dan dilihat dari sejarah Kota Mempawah, dari zaman dahulu terdiri berbagai etnis yang menjadi budaya masyarakat Mempawah yang merupakan budaya Amalgamasih artinya perpaduan antara berbagai etnis, berbagai agama, jadi di Kalimantan Barat ini tidak ada budaya yang dominan sehingga budaya yang timbul adalah budaya yang amalgamasih. Karena masing-masing suku mempunyai budaya dan mereka meleburnya dalam budaya keraton,” katanya.

Untuk itu Keraton Amantubillah terbuka untuk umum, karena Keraton Amantubillah bukan milik personal melainkan milik masyarakat. Maka siapapun ingin melihat peninggalan sejarah kerajaan Mempawah dan tidak akan dilarang. Selain itu juga, sehari sebelumnya, Minggu (2/3), di Aula Kantor Bupati Pontianak, diadakan seminar pluralisme dari lintas etnis dengan tema “Pendidikan Multi kultur dan Multi Religius Untuk Mayarakat dan Keraton Sebagai Pengayom Pluralisme”.

“Keraton Amantubillah terbuka untuk umum, siapapun yang datang untuk melihat dan berkunjung di istana kami persilatan. Maka salah satu untuk mengenalkan benda-benda pusaka maka kami adakan kirap pusaka, sehingga masyarakat bisa mengenal dan mengetahui peninggalan sejarah kita. Karena Pusaka Keraton Amantubillah ini sendiri memiliki dua sifat yaitu statis berupa benda-benda pusaka seperti meriam, tombak, keris dan sebagainya. Kedua bersifat dinamis berupa budaya dari masyarakatnya seperti melayu, dayak, madura, cina, bugis dan etnis lainnya. Semuanya itu merupakan Pusaka Keraton Amantubillah, maka kedua pusaka inilah harus diperkenal kepada masyarakat. Dan kegiatan seminar yang dilaksanakan tersebut, juga membuka suatu komunikasi sehingga orang dayak bisa memahami orang melayu, orang madura bisa memahami orang cina dan sebagainya, sehingga mereka saling memahami tanpa saling curiga karena komunikasi yang dilaksanakan berjalan dengan lancar,” pungkasnya.


Sile Baca Selengkapnye..

Minggu, 02 Maret 2008

Kemajuan Koperasi Perlu Didukung Manajemen


Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah

Salah satu kelemahan koperasi dan Koperasi Unit Desa (KUD), khususnya di Kabupaten Pontianak yaitu dalam hal pengelolaan manajemen, baik itu manajemen organisasi maupun manajemen usaha yang merupakan aktivitas penting sebagai faktor utama dalam menggerakkan roda organisasi yang berbasis ekonomi kerakyatan. Apalagi di tengah-tengah kondisi perekonomian sekarang ini, dimana pengaruh ekonomi global, perdagangan bebas serta persaingan usaha yang sangat konflik dan kompetitif, sehingga para pelaku ekonomi termasuklah pengelola koperasi dituntut untuk lebih profesional dan mampu berkompetisi dengan pelaku ekonomi lainnya.

Untuk itu, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Kabupaten Pontianak, Rabu (20/2), kemarin menggelar Pelatihan Pengolahan Manajemen Koperasi bagi seluruh anggota koperasi Se-Kabupaten Pontianak di Gedung PGRI Mempawah, yang dibuka langsung Bupati Pontianak, Drs. H. Agus Salim, MM.

“Suatu koperasi akan berkembang bilamana koperasi tersebut didukung dan dibangun sepenuhnya oleh para anggotanya, karena koperasi adalah milik seluruh anggota, sedangkan pemerintah adalah sebagai pembina untuk memajukan wadah koperasi tersebut sebagai organisasi perekonomian kerakyatan. Sebagaimana diketahui sekarang ini pemerintah sangat menaruh perhatian yang cukup besar terhadap pengembangan perkoperasian di tanah air, yaitu melaui program penguatan modal usaha dan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan bagi pengurus koperasi,” kata Agus salim, saat menyampaikan sambutannya di depan para peserta pelatihan.

Lanjutnya lagi, Agus Salim, menjelaskan, melalui program penguatan modal tahun 2007 Kabupaten Pontianak telah mendapatkan bantuan penguatan modal usaha sebesar Rp. 6. 079 miliar dari pemerintah pusat. Bantuan penguatan modal tersebut diberikan kepada 21 KUD yang ada di Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya. Namun upaya-upaya tersebut masih perlu didukung dan kerjasama dengan pihak BUMN, BUMD dan Perbankan dalam rangka lebih memperkuat usaha koperasi dan UKM. Disamping itu juga dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, beberpa pengurus koperasi di Kabupaten Pontianak telah ikut serta dalam pelatihan yang diadakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yaitu, Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi, Pelatihan kewirausahaan bagi pengelola koperasi, Pelatihan Manajemen usaha kecil bagi pengelola koperasi dan UKM, Pelatihan manajemen simpan pinjam, Pelatihan kelapa terpadu, Pelatihan peternak sapi.

“Koperasi sebagai pelaku usaha dalam suatu negara mutlak diperlukan dalam rangka menumbuhkembangkan ekonomi sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan selain peran serta pemerintah yang berfungsi sebagai fasilitator maupun regulator. Salah satu kelemahan yang masih dirasakan dalam rangka memajukan koperasi adalah masih lemahnya manajemen perkoperasian, maka dari itu sangat mendukung pelatihan yang dilaksanakan Dinas Perindagkop menyelenggarakan pelatihan manajemen bagi pengurus dan pengelola koperasi ini,” katanya.

Dan melalui pelatihan tersebut, Agus Salim, mengharapkan melalui pelatihan manajemen ini akan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pengurus dan pengelola koperasi, sehingga mampu mengelola koperasi dengan baik dan berkembang untuk masa-masa yang akan datang. Apalagi Pemerintah Kabupaten Pontianak bersama PT. PNM telah menandatangani kesepakatan untuk membentuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang tujuannya untuk meningkatkan usaha-usaha mikro, dimana nantinya koperasi akan menjadi wadah kolektor terhadap para pelaku-pelaku usaha kecil menengah (UKM) tersebut yang tentunya dalam ha lini adalah koperasi yang sehat dan akuntable dan untuk itu mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama bank tersebut sudah dapat diwujudkan.

“Koperasi sebagai ekonomi yang berbasis pada kerakyatan diharapkan mampu tampil dalam membangun perekonomian nasional diberbagai sektor pada semua tingkatan lini, baik regional, nasional maupun internasional,” harapnya.



Sile Baca Selengkapnye..

Orentasi Fungsionaris Perkuat Konsulidasi Partai Golkar


Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah

Guna memperkuat konsolidasi organisasi di Partai Golkar, khususnya di DPD Partai Golkar Kabupaten Pontianak. Senin (25/2), kemarin, DPD Partai Golkar Kabupaten Pontianak, menyelenggarakan Orientasi Fungsionaris Partai Golkar untuk menghadapi pemilihan bupati, Pemilu dan Pilres tahun 2009.

Dimana dalam pertemuan tersebut turut hadir, Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Kalbar, Ir. H. Zulfadli, yang memberikan masukan, saran dalam menciptakan persatuan, serta memperkuat keberadaan Partai Golkar dalam menghadapi berbagai persoalan di tubuh Partai Golkara, sehingga Partai Golkar eksis dalam memberikan subangsi bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Dan pada kegaitan tersebut juga hadir, tokoh-tokoh Partai Golkar dari provinsi, Drs. H. Daud Maountain, Andrianus Senen, H. Anwar, S.Pd, MH, yang memberikan materi menyakut pengetahuan tetang organisasi dan menyatukan persepdi dalam mencapai tujuan bersama Partai Golkar.

“Pada kegiatan orentasi fungsionaris ini, kita akan membahas dan memberikan materi tentang karya kekaryaan para kader Golkar dalam rangka meningkatkan pengetahuan kader Partai Golkar yang ada ditingkat, DPD, kecamatan, maupun desa untuk bersama menyatukan persepsi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai,” kata Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Pontianak, H. Rahmad Satria, SH, MH, ditemui disela-sela kegiatan.

Dan dalam kesemapatan tersebut, juga akan dikaji tentang hasil pelaksanaan Pilgub Kalbar, dimana calon yang diusung Partai Golkar mengalami kekalahan pada pesta demokrasi rakyat itu. Untuk itu dilakukan pengkajian terhadap kegagalan tersebut agar tidak terjadi baik pada Pilkada Bupati Pontianak maupun pada Pemilu Presiden tahun 2009 mendatang. Disamping itu juga dimaksudkan untuk pengayaan fungsionaris yang dalam hal ini berkaitan dengan pengkaderan dalam rangka menyikapi pelaksanaan setiap pemilihan yang diikuti Partai Golkar.

“Kegaitan ini, tidak lain untuk memperkuat konsulidasi Partai Golkar dalam rangka pemilihan bupati dan Pilres 2009. Apalagi fungsionaris ini sendiri merupakan amanah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Partai Golkar dan petunjuk organisasi yang dilaksanakan berjenjang yang dimulai dari fungsionaris tingkat pusat, provinsi dan kabupaten serta selanjtunya, bahkan fungsionaris ini juga akan kita laksanakan di tingkat kecamatan dan desa,” ucapnya.

Sile Baca Selengkapnye..

Sabtu, 23 Februari 2008

Sejarah Kerajaan Mempawah

Repro Foto : Pertemuan dengan Sultan Sambas Moehammad Syaifuddin (duduk di tengah), Panembahan Mempawah Gusti Ibrahim Mohammad Syafiuddin (kanan) dan Sultan Pontianak Syarif Oesman Alkadrie (kiri).



Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah


Sebelum terkenalnya Kerajaan Mempawah yang dikenal dengan Istana Amantubillah dan Opu Daeng Manambon, telah ada jauh kebelakang kerajaan Dayak yang ketika itu sangat populer dikenal di Kalimantan Barat. Dan apabila akan mencoba menuliskan sebuah kerajaan di Kalimantan Barat sebelah Barat khususnya, maka tidak dapat dilepaskan kaitan dan rangkaiannya dengan penduduk aslinya yaitu Suku Dayak yang mula pertama menjadi raja dan penguasa.

Sebagaimana dituturkan penulis sejarah Kerjaan Mempawah, Ellyas Suryani Soren, ditemui dikediamannya di Jalan Gusti Ibrahim Safiudin, Gang Berkat I, MempawahHilir, Minggu (23/12), kemarin, mengatakan, masuknya Agama Islam di Indonesia pada akhir abad ke 13 sekitar 1292 lalu, melalui Pulau Sumatera bagian Utara (Aceh), yang meluas sampai ke Pulau Jawa, maka berangsur-angsur runtuhlah kerajaan besar Majapahit yang terpusat di Pulau Jawa. Dan terdapatlah pulau besar yang belum pernah disentuh oleh penyebaran Agama Islam.

“Kerajaan Melayu (Islam) di Kalimantan Barat tumbuh sebelum Imperium Melaka jatuh ketangan Portugis pada abat ke 16, sebagaimana diketahui adanya kerajaan Mempawah, Kerajaan Sambas, Kerajaan Matan (Ketapang) dan sejumlah kerajaan kecil di daerah pedalama,” katanya.

Perkembangan sebuah Kerajaan Melayu di Kalimantan Barat, khususnya Sambas dan Mempawah, termasuk Ketapang tidak terlepas dari kontribusi pahlawan-pahlawan Bugis yang memainkan peran di kepulauan Riau dan Tanah Semenanjung.

“Kerajaan mempawah lebih dikenal pada masa Pemerintahan Opu Daeng Manambon yaitu sejak 1737-176, sebenarnya kerajaan Mempawah itu sudah ada sebelumnya diperkirakan sejak tahun 1380,” katanya.

Lanjutnya lagi pertama kali Kerajaan Mempawah berdiri, pusat pemerintahannya bukanlah terletak di Mempawah seperti yang dilihat bekas-bekas peninggalannya sekarang. Tetapi pusatnya terletak di Pegunungan Sidiniang (Mempawah Hulu). Kerajaan yang terkenal pada saat itu adalah Kerajaan Suku Dayak, adapun penguasa dari kerajaan suku Dayak adalah Patih Gumantar. Pada Kerajaan Patih Gumantar disebut kerajaan Bangkule Rajakng, ibukotanya ditetapkan di Sadiniang, bahkan kerajaannya dinamakan Kerajaan Sadiniang.

“Pada masa kekuasaan Patih Gumantar, Kerajaan Bangkule Rajakng berada dalam era kejayaan,” ucapnya.

Sehingga kerajaan tetangga yang ingin merebutnya yaitu Kerajaan Suku Biaju (Bidayuh) di Sungkung, maka terjadi perang kayau mengayau (memenggal kepala manusia). Meskipun Patih Gumantar sangat berani, namun dengan adanya serangan mendadak. Patih Gumantar kalah dan kepalanya terkayau (terpenggal) oleh orang-orang Suku Bidayuh, sejak kematian Patih Gumantar kerajaan Bangkule Rajakng mengalami kehancuran.

“Beberapa abad kemudian kira-kira tahun 1610, Kerajaan Suku Dayak bangkit kembali di bawah kekuasaan Raja Kudong dan pusat pemerintahannya dipindahkan ke Pekana (sekarang dinamakan Karangan), namun berdirinya kerajaan ini tidak ada hubungannya dengan Patih Gumantar,” katanya.

Lanjutnya lagi, setelah Raja Kudong wafat pemerintahan diambil alih oleh Raja Senggaok dari pusat kerajannya dipidahkan ke Senggaok ( masih di hulu Sungai Mempawah). Raja Senggaok lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Senggaok yang mempunyai istri bernama Puteri Cermin yaitu salah satu puteri Raja Qahar dari kerajaan Baturizal Indragiri Sumatera dan mereka dikarunia seorang anak yang diberi nama Mas Indrawati.

“Pada saat perkawinan raja Senggaok dan Puteri Cermin, diramalkan seorang ahli nujum apabila kelak lahir seoarang anak perempuan dari hubungan mereka maka kerajaan tersebut akan diperintah oleh seorang raja yang berasal dari kerajan lain. Ketika usia Mas Indarwati telah cukup dewasa, ia dikawinkan dengan Sulthan Muhammad Zainuddin dari Kerajaan Matan (Ketapang). Dan dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai seorang puteri berparas cantik yang diberi nama Puteri Kesumba,” paparnya.

Ramalan ahli nujum terhadam Raja Senggaok dan Pitri Cermin apabila kelak lahir seoarang anak perempuan dari hubungan mereka maka kerajaan tersebut akan diperintah oleh seorang raja yang berasal dari kerajan lain ternyata menjadi kenyataan

“Ternyata apa yang diramalkan ahli nujum itu benar adanya. Setelah berakhir pemerintahan Raja Senggaok. Kerajaan Mempawah diperintah oleh Raja Opu Daeng Manambon pelaut ulung dari Kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan,” kata Ellyas Suryani Soren melanjutkan ceritanya yang pernah ditulisnya dalam buku Legenda dan Cerita Rakyat Mempawah.

Maka dari itu, Ellyas menjelaskan, Opu Daeng Manambon bukanlah orang Kaliamantan asli, beliau beserta keempat adik-adiknya berasal dari Kerajaan Luwu di Sulawesi Selatan. Mereka dikenal sebagai pelaut-pelaut ulung dan pemberani. Mereka meninggalkan tanah kelahirannya merantau mengarungi lautan luas menuju Banjarmasin, Betawi, berkeliling sampai Johor, Riau, Semenajung Melayu akhirnya sampai pula di daerah Kerajaan Tanjungpura (Mantan).

“Dalam perantauannya, kelima bersaudara tersebut banyak membantu kerajaan-kerajaan kecil yang sedang mengalami kesulitan. Kesulitan seperti terlibat pada suatu peperangan, baik perang saudara ataupun baru diserang kerajaan lain. Karena kebiasaan tersebut dan sifat suka menolong terhadap pihak yang lemah inilah mereka terkenal sampai dimana-mana,” katanya.

Dan terbukti apa yang dilakukan kelima saudara tersebut ketika datang di Kerajaan Tanjungpura. Pada saat itu Kerajaan Tanjungpura sedang terjadi perang saudara, disebabkan adik kandung Sultan Muhammad Zainuddin yang bernama Pangeran Agung menyerang Sultan Muhammad Zainuddin. Kelima saudara tersebut berhasil membantu memadamkan pemberontakan dan perampasan tahta kerajaan dari Pangeran Agung. Bahkan Opu daeng Manambon berhasil mempersunting Puteri Sultan Muhammad Zainuddin yaitu Puteri Kesumba cucu dari Panembahan Senggaok.

“Dari perkawinan Opu Daeng Manambon dengan Putri Kesumba, lahirlah sepuluh orang putra puteri, tetapi yang paling terkenal yaitu Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Panembahan Adijaya Kesuma Jaya,” katanya.

Lanjutnya lagi kertika Opu Daeng Manambon sampai di Senggaok, diadakan serah terima dari Pangeran Adipati kepada Opu Daeng Manambon, karena Opu Daeng Manambon adalah cucu menantu Panembahan Senggaok. Sehingga Opu Daeng Manambon memangku jabatan Raja Mempawah yang ke tiga dandia memindahkan pusat Kerajaan Mempawah di Sebukit Rama ( kira-kira 10 Km ) dari Kota Mempawah.

“Pemerintahan yang dilaksanakan Opu Daeng Manambon berjalan lancar beliau termasuk seorang raja yang bijaksana dan penduduknya beragama Islam serta taat. Selain itu Opu Daeng Manambon ini selalu bermusyawarah dengan bawahannya dalam memecahkan segala persoalan di kerajaan,” tuturnya.

Seperti yang diuraikan diatas tadi, dari kesepuluh putra-putri Opu Daeng Manambon hanya putrinya Utin Chandramidi adalah istri Sultan Abdurrahman Alkadrie, raja pertama Kerajaan Pontianak sehingga nama tersohornya sampai saat ini. Sedangkan putranya Gusti Jamiril atau Panembahan Adijaya Kesuma Jaya, selain dia sebagai raja pengganti ayahnya, juga lebih terkenal itu dengan Raja yang paling anti dengan penjajah (Belanda) dengan sumpahnya, jasadnya diharamkan untuk dimakamkan di tanah yang di injak oleh Penjajah Belanda.

Setelah Opu Daeng Manambon wafat tanggal 26 Syafar 1175 Hijriah dan dimakamkan di Sebukit Rama yang selalu diramai dikunjungai masyarkat baik dari Kota Mempawah maupun daerah lain. Dimana kawasan makam Opu Daeng Manambon akan dikembangan menjadi kawasan wisata sejarah Kabupaten Pontianak. Dan ada keunikan yang ada disekitar makam dimana jumlah tangga selalu berubah dan setiap orang yang menghitung jumlahnya tidak akan pernah sama dengan orang lain.

“Setelah wafat Opu Daeng Manambon maka tampuk kerajaan diserahkan kepada Gusti Jamiril anaknya yang bergelar Panembahan Adijaya Kesuma Jaya. Dimana pada masa pemerintahannya, Kerajaan Mempawah selalu bertempur melawan Belanda. Dan masa pemerintahan Gusti Jamiril pula, kerajaan Mempawah mengalami masa keemasan,” kata Ellyas Suryani Soren yang menjabat sebagai Sekretaris Majelis Adat Budaya Melayau Kabupaten Pontianak.

Karena Panembahan Adijaya Kesuma mampu memimpin Kerajaan Mempawah dengan baik, kerajaannya menjadi suatu kerajaan yang makmur, akan tetapi beliau diifitnah membenci dan mau memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda. Tentunya Belanda murka dan mengerahkan ratusan prajuritnya yang bermarkas di Pontianak untuk menyerang Kerajaan Mempawah.

“Melihat situasi yang tidak baik, akhirnya Panembahan Adijaya Kesuma mengambil keputusan memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mempawah di Karangan yang letaknya di Mempawah Hulu,” katanya

Keputusan tersebut diambil karena pada masa itu hubungan baik komunikasi maupun transportasi dari Mempawah ke Karangan sangat sulit sehingga gerakan pasukan Belanda menuju Karangan berjalan lamban sekali. Selain itu kebencian Panembahan Adijaya Kusuma terhadap penjajah Belanda semakin menjadi-jadi,” kata pria setengah baya ini.

Namun Panembahan Adijaya Kesuma sampai wafatnya terus berusaha mengusir Belanda. tetapi belum juga berhasil. Sebelum wafat beliau beramanah apabila meninggal dunia beliau tidak rela dikuburkan di luar kota Karangan, karena beliau tidak rela jenazahnya dijamah oleh Belanda. Dan setelah Gusti Jamiril (Panembahan Adijaya kesuma) wafat, jabatan raja diserahkan kepada anaknya Gusti Jati dan bergelar Sultan Muhammad Zainal Abidin dan kedudukannya adalah di Mempawah yang berarti bahwa beliaulah sebagai pendiri kota Mempawah ini.

Kemudian sebagai pengantinya setelah Sultan Muhammad Zainal Abidin meninggal digantikan oleh adiknya Gusti Amir yang bergelar Panembahan Adinata Karma Oemar Kamaruddin.

“Setelah beliau wafat tampuk kekuasaan diserahkan kepada anaknya Panembahan Mukmin. Namun ajal ditangan Allah SWT memang manusia punya rencana, tetapi Allah SWT juga yang menentukan segalanya, karena setelah selesai penobatan Panembahan Mukmin wafat dan sebab itu dia disebut Raja Sehari,” ucapnya.

Kemudian sebagai penggantinya adalah adiknya bernama Gusti Mahmud dan bergelar Panembahan Muda Mahmud. Panembahan Usman putera dari Panembahan Mukmin, kemudian naik tahta kerajaan setelah Panembahan Muda Mahmud mangkat.

“Panembahan Usman ketika dia menjadi raja bergelar Panembahan Usman Natajaya Kesuma dan mangkat pada tanggal 6 Jumadil Awal tahun 1280 Hijriah di makamkan di Pulau Pedalaman,” ujarnya.

Setelah wafat Panembahan Usman, maka yang memegang tampuk Kerajaan Mempawah adalah putera Panembahan Muda Mahmud bernama Panembahan Ibrahim Muhammad Tsafiudin, pada saat pemerintahan Panembahan Ibrahim Muhammad Tsafiudin inilah, Belanda mulai lagi menyakiti hati rakyat Mempawah sehingga tahun 1941 timbul pemberontakan Suku Dayak terhadap Belanda. Apalagi Belanda sudah mulai menggunakan kekerasan dan memaksa rakyat membayar pajak. Dan peristiwa ini disebut Perang Sangking, jelas rakyat Mempawah pada waktu itu mulai antisipasi terhadap Belanda.

Kemudian setelah Panembahan Ibrahim Muhammad Tsafiudin ini wafat, maka semulanya pimpinan kerajaan akan diserahkan kepada Puteranya Gusti Muhammad Taufik, tetapi karena puteranya ini belum dewasa, maka kerajaan dipimpin sementara oleh Pangeran Ratu Suri kakak dari Gusti Muhammad Taufik sendiri.

Setelah beberapa tahun kemudian, Gusti Muhammad Taufik naik tahta pada tahun 1902 M dan kemudian bergelar Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin. Dua tahun 1944, Panembahan Muhammad Taufik Accamaddin ini ditangkap oleh Jepang, bersama-sama Raja-raja daerah lainnya serta para Pemimpin Pemuka Masyarakat.

Kemudian 12 kepala Swapraja beserta tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang ditangkap Jepang yang akan memberontak terhadap rezim “Pemerintah Bala Bantuan Tentara Jepang” tersebut semuanya dihukum mati.
Korban pembunuhan Jepang pada waktu itu tidak kurang dari 21.037 orang. Dan sebagian dari pada korban tersebut dikuburkan di Mandor dalam semak belukar.

Beliau meninggalkan empat orang putera-puteri, yaitu Pangeran Mohammad yang sekarang dikenal dengan nama Drs. H. Jimmi Mohammad Ibrahim, kedua Pangeran Feitsal Taufik, Pangeran Abdullah dan Panggeran Taufikiah.
Pada masa kedudukan Jepang, dibentuklah Bestuur Komisi sebagai pengganti Raja yang diketuai oleh Pangeran Wiranata Kesuma (Tahun 1944-1946).

Sebelum pendaratan pasukan sekutu di Kalimantan Barat, Pangeran Mohammad yang baru berusia 13 tahun pernah diangkat sebagai tokoh (Panembahan) Mempawah oleh Pemerintah Bala Tentara Jepang dalam suatu upacara di depan Gedung Kerapatan.
Dan kemudian dilakukan upacara penobatan oleh tokoh-tokoh masyarakat, pada tahun1946 Belanda (NICA) datang kembali ke Mempawah dam mencoba mengangkat Panembahan (Raja) lagi.

Karena pada waktu itu Panembahan Pangeran Mohammad (Drs. Jimmi Mohammad Ibrahim) belum dewasa dan ingin melanjutkan sekolahnya, karena pada waktu itu baru duduk di kelas V SD (Jokio Ko Gakko), meskipun sudah pernah dinobatkan secara formil menjadi Panembahan, tetapi tidak bersedia diangkat kembali, maka diangkatlah Gusti Musta’an sebagai Raja sementara dengan gelar “Wakil Panembahan” sampai tahun 1957. Setelah Pangeran Mohammad dewasa, kemudian beliau menyatakan diri tidak bersedia diangkat sebagai Raja menggantikan ayahnya, dan masih tetap ingin melanjutkan sekolahnya di Perguruan Tinggi Gajah Mada di Yogyakarta.

Dan disinilah berakhirnya kepemimpinan kerajaan Mempawah, dan sejarah menunjukan bahwa Kerajaan Mempawah sejak berdiri hingga berakhir sudah mengalami perpindahan pusat Kerajaan sampai 5 (lima) kali. Daerah-daerah yang pernah ditempati sebagai pusat pemerintahannya adalah, Pengunungan Sidiniang, Pekana, Senggaok, Sebukit Rama, dan Mempawah.

Dan Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan ini dibagi atas 2 (dua) zaman, yaitu zaman Hindu dan Islam. Pada zaman Hindu Pemerintahan Kerajaan Dayak dalam kekuasaan Patih Gumantar pusat pemerintahannya terletak di Pegunungan Sidiniang, Raja Kudong pusat pemerintahannya terletak di Pekana (Karangan), Panembahan Senggaok pusat pemerintahannya terletak di Senggaok.

Sedangkan pada zaman Islam dipimpin oleh Opu Daeng Manambon bergelar Pangeran Mas Surya Negara, Gusti Jamiril bergelar Panembahan Adijaya Kesuma Jaya, Syarif Kasim bin Abdurrahman Alkadrie, Syarif Hussein bin Abdurrahman Alkadrie, Gusti Jati bergelar Sulthan Muhammad Zainal Abidin, Gusti Amir bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin, Gusti Mukmin bergelar Panembahan Mukmin Natajaya Kesuma, Gusti Mahmud bergelar Panembahan Muda Mahmud Accamaddin, Gusti Usman bergelar Panembahan Usman, Gusti Ibrahim bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Tsafiuddin dan Gusti Taufik bergelar Panembahan Taufik Accamaddin.







Sile Baca Selengkapnye..