Senin, 18 Februari 2008

Peristiwa Robok-Robok


Mengenang Kedatangan Opu Daeng Manambon

Johan Wahyudi
Borneo Tribune, Mempawah

Robok-robok ini merupakan salah satu budaya Keraton Amantubillah Mempawah. Dan juga pada waktu bersamaan diadakan acara robok-robok masyarakat Melayu dan Bugis yang ada di Kuala Mempawah. Dan khusus masyarakat Kabupaten Pontianak seperti di Kecamatan Segedong, Kecamatan Kakap dan daerah lainnya. Dan acara robok-robok ini merupakan suatu upacara tahunan yang dilaksanakan penduduk Kabupaten Pontianak umumnya dan khususnya masyarakat Kuala Mempawah dan masuk kalender wisata. Dimana pada tahun ini acara robok-robok direncanakan mulai tanggal 5 Maret, yang dipusatkan di Pelabuhan Mempawah Terpadu.

“Acara robok-robok merupakan salah satu acara yang telah membudaya bagi masyarakat Kota Mempawah, khusunya kerabat Kraton Amantubillah Mempawah. Rangakian robok-robok ini biasanya didahului dengan ziarah ke Makam Opu Daeng Manambon, yang merupakan raja pertama Mempawah yang bergelar Pangeran Mas Surya Negara, setelah itu dirangkai dengan kegiatan lainnya berupa thalilan dan dilanjutkan makan bersama,” kata Penulis Sejarah Kerajaan Mempawah, Ellyas Soren, ditemui dikediamannya, Jalan Gusti Ibrahim Syafiuddin, Gang Berkjat I, No 58, Mempawah, Minggu (17/2), kemarin.

Lanjutnya lagi, diadakannya acara robok-robok tidak lain untuk mengenang acara peringatan kedatangan Opu Daeng Manambon pada waktu yang lalu. Dan setiap tahun acara tersebut juga selalu dihadiri pejabat tingkat I dan II, dan seluruh lapisan masyarakat Kota Mempawah dan lainnya. Dan disamping acara selamatan, robok-robok tersebut dapat menambah penghasilan masyarakat untuk berjualan, bahkan pedagang dari luar Kota Mempawah juga berdatangan untuk mengadu nasib berjualan dipusat kegiatan robok-robok

“Robok-robok juga merupakan kebiasaaan masyarakat di Kuala Mempawah, dengan datangnya bulan Syafar berarti masyarakat Kuala Memapwah dan sekitarnya sudah bersiap-siap mengadakan selamatan atau berdo’a tolak bala dengan makan-makan dipinggir laut atau di halaman rumah masing-masing. Acara ini sampai saat sekarang ini masih terpelihara dan selalu dijaga kelestariannya,” kata anggota Yayasan Penulis 66 Kalbar ini.

Dan menurut masyarakat setempat khususnya suku Melayu, Bugis dan Madura, bulan Syafar adalah bulan panas atau na’as, dan Allah SWT banyak menurunkan cobaan-cobaan. Dan secara kebetulan mungkin pada waktu itu ada kejadian bala’ yang menimpa sebagian kecil masyarakat maka berkenan dengan kepercayaan masyarakat setempat cenderung bulan Syafar adalah bulan yang na’as. Dan perayaan robok-robok ini, bukan saja terdapat di Kota Mempawah, namun seakan-akan merupakan tradisi nasional, bahkan di Malaysia juga ada hal serupa, dan orang Arab Jahiliyah juga sangat takut akan hari Rabu terakhir bulan Syafar.

“Seperti di Sumatera Barat, robok-robok disebut Basapa. Di daerah tersebut orang-orang pergi berziarah kemakam Syeikh Burhanuddin, karena orang disana menghubung-hubungkan bahwa Syeikh Burhanuddin penyebar Agama Islam disana, meninggal dunia diakhiri bulan Syafar, yang mungkin dikaitkan sama orang bahwa Opu Daeng Manambon juga meninggal dunia diakhir Syafar,” ungkapnya menecerikan kembali sejarah robok-robok yang pernah ditulisnya di buku yang berjudul Legenda dan cerita Rakyat Mempawah.

Sedangkan menurut latar belakang adanya robok-robok, ditinjau dari sifat-sifat kebudayaan masyarakat Kabupaten Pontianak khususnya Mempawah dan sekitarnya. Upacara robok-robok ini bersifat histories dan memiliki nilai sejarah karena peristiwa robok-robok merupakan peristiwa sangat penting untuk dikenang dalam sejarah Mempawah khususnya kerabat Keraton Amantubillah Mempawah, dimana asal mula mendaratnya Opu Daeng Manambon di Mempawah yang merupakan pendiri Kerajaan Mempawah.

“Acara robok-robok juga memilki nilai religiu, dimana dalam upacara robok-robok ini tentunya bersifat keagamaan khususnya agama Islam. Dimana dalam acara tersebut semua masyarakat memohon kepada Allah SWT, Tuhan Yang Esa untuk keselamatan dijauhkan dari bencana dan bersifat kepercayaan dan dari segi sosiolkultural peristiwa ini mempunyai nilai ekonomi yang dapat menarik kunjungan wisatawan baik Nusantara maupun Mancanegara,” ucapnya.


0 komentar: